Benci

Malam ini dia menatapku lagi.
Di tempat yang sama.
Di letak yang sama.
Di arah yang sama.
Aku menghela napas jengkel.
Creme brulee buatan mesin kopi kafe ini yang selalu jadi favoritku malam mendatangkan rasa tak enak.
Suasana hangat tak lagi membuat panas tangan dengan kuku berkutek-ku yang dingin.

Semua jadi kacau ketika ia datang di dua puluh tiga hari yang lalu.
Tepat saat itu aku sendirian.
Ia pun datang, sebagai newbie di kafe ini.

Perawakannya semampai nan lembut, rambutnya gimbal dengan poni menjuntai di tengah dahinya yang lebar.
Pakaiannya pun tiap hari menandakan bahwa ia orang perlente.
Selalu memesan creme brulee.
Terkadang dua terkadang tiga cup, seakan ingin menawari seseorang untuk berbagi.

Ia langsung menaruh perhatiannya padaku ketika pertama kali ia datang, dan melihatku memesan creme brulee.
Tertangkap di telingaku ia memesan air kopi yang sama pula.
Semenjak itu ia duduk di seberang mejaku di sebelah etalase majalah, menghadap kepadaku, dan menyeruput krim seenaknya.

Enak saja dia, menikmati diriku dengan aku mengetahuinya!

Aku membencinya.
Aku membencinya!

Ia menghampiriku.

"Salam kenal," ujarnya ketika tahu aku sedang memandanginya marah.
Dadaku tiba-tiba berdentum.
Aku merapikan rambutku sedikit.

"Aku Dewi. Kamu?"
"Aku... Shinta."

Aku membencinya.
Aku membencinya karena telah membuatku jatuh cinta.

0 komentar:

Posting Komentar


up